Pemimpin Terbaik Menjunjung Standar Tinggi dan Mempraktikkan Pengampunan yang Tulus

Oleh Tim Elmore - Pendiri CEO Growing Leaders

Catatan Mike: Tim Elmore telah menjadi pahlawan saya sejak tahun 2004. Gaya kepemimpinannya yang hangat terlihat dalam blognya di bawah ini, yang membahas cara menyelaraskan kebutuhan akan standar tinggi dalam berprestasi dengan pengampunan yang tulus. Blog ini juga mencerminkan penelitian Dr. Fons Trompenaars tentang bagaimana mendamaikan nilai-nilai yang tampaknya berlawanan, yang mungkin terlihat bertentangan tetapi, ketika diselaraskan, dapat menciptakan tim, organisasi, atau dunia yang lebih baik. Baca selengkapnya dibawah ini.

Ketika Tim berbicara kepada para pemimpin bisnis tentang The Eight Paradoxes of Great Leadership, peserta sering kali tertarik untuk mendiskusikan salah satu dari paradoks tersebut dalam sesi tanya jawab. Mereka sulit memahami bagaimana seorang pemimpin yang efektif bisa menetapkan standar yang tinggi bagi timnya, namun tetap memberikan pengampunan yang tulus ketika standar tersebut tidak terpenuhi. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

 

Ketika Jack Welch menjabat sebagai kepala GE, dia pernah berkata, "Kami menghargai kegagalan," menekankan bahwa melakukan hal sebaliknya hanya akan menghambat keberanian untuk mencapai standar yang tinggi. Charles Kettering, seorang penemu terkemuka asal Amerika yang memberikan kontribusi besar pada industri otomotif di paruh pertama abad ke-20, sering mengatakan, "Seorang peneliti yang akan selalu gagal, kecuali pada percobaan terakhir. Dia memperlakukan kegagalannya sebagai latihan." Kettering juga mengakui bahwa dirinya sering salah, yaitu sekitar 99,9% dari waktu. Kita harus berusaha mencapai standar yang tinggi dan tetap memaafkan kegagalan.

 

Mengapa Keduanya Harus Berjalan Bersama? Perhatikan Apa yang Dikatakan Tim!
Pemimpin yang benar-benar membedakan perusahaan mereka dari yang lain melakukan kedua hal ini. Mereka sangat menginginkan kesempurnaan dan menuntut lebih dari tim mereka, sehingga terkadang standar mereka terasa sangat tinggi. Standar tinggi ini membuat organisasi mereka berbeda dari yang lain yang hanya bisa meniru produk atau layanan mereka. Mereka memiliki tolok ukur yang sangat tinggi, seperti Apple, Amazon, dan Google. Namun, mereka juga seimbang dengan memberi kemurahan hati dan memaafkan kesalahan anggota tim. Mereka menunjukkan belas kasihan kepada mereka yang gagal dan membantu mereka untuk bangkit kembali. Itulah yang membuat mereka terasa lebih manusiawi. Jadi, bagaimana kita bisa membangun budaya dan iklim di tempat kerja yang merangkul kedua aspek ini?

 

Amy Edmondson menulis buku berjudul The Right Kind of Wrong. Dalam bukunya, dia membahas bagaimana banyak pemimpin terlalu fokus pada kesempurnaan. Meskipun terlihat bagus di atas kertas, mengejar kesempurnaan tanpa memberikan ruang untuk kesalahan malah bisa membuat orang merasa lebih tertekan. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang sering "memalsukan" hasil kerja mereka karena tidak ada yang benar-benar sempurna.

 

Yang bisa mencapai kesempurnaan adalah tim, bukan individu. Kita harus berusaha untuk mencapai yang terbaik, tetapi tetap bisa merasa puas dengan hasil yang baik.

 

 Ketika anggota tim tahu bahwa pemimpin mereka punya standar tinggi tapi juga siap memaafkan kesalahan, mereka merasa lebih bebas untuk mendorong diri sendiri, mengambil risiko yang tepat, dan berinisiatif, daripada hanya bermain aman. Aturan yang jelas membuat orang mau bekerja lebih keras dari tugas yang diberikan. Pemimpin yang punya ekspektasi tinggi dan bisa memaafkan kesalahan membuat timnya lebih bersemangat dan berkomitmen. Dua hal utama yang memotivasi tim adalah tugas dan pengabdian. Gaya kepemimpinan menentukan motivasi anggota tim. Pengampunan membantu pemimpin menjaga standar tinggi sambil mendapatkan usaha maksimal tanpa kehilangan dukungan dari tim. Biasanya, manajer cenderung memilih salah satu dari kedua hal ini, padahal sebaiknya keduanya diterapkan.

 

Bagaimana Para Pemimpin Terbaik Melakukan Hal Ini?
Kuncinya adalah mengubah lingkungan kerja tim Anda. Banyak atasan tidak menyadari betapa tim mereka takut untuk mengakui dan memperbaiki kesalahan, padahal hal ini sangat penting. Menyembunyikan kesalahan tidak akan membantu mencapai tujuan. Amy Edmondson menceritakan tentang dua rumah sakit yang melakukan penelitian untuk mengurangi kesalahan dari para perawat dan staf medis. Mereka menduga bahwa tim dengan semangat kerja tinggi akan membuat lebih sedikit kesalahan. Ternyata, staf yang lebih bersemangat dan bekerja sama dengan baik malah tampak membuat lebih banyak kesalahan. Ini membingungkan sampai mereka menemukan alasannya. Ternyata, tim yang lebih baik tidak membuat lebih banyak kesalahan; mereka hanya lebih cenderung melaporkannya. Staf sering kali tidak melaporkan kesalahan karena takut dihukum atau dipecat. Sebaliknya, tim terbaik segera melaporkan kesalahan, sehingga semua orang bisa memperbaikinya dan hasilnya menjadi lebih baik. Pelajaran utamanya?

 

Yang membuat penyelesaian cepat dan hasil yang baik bukanlah menghilangkan kesalahan, tapi kemampuan untuk memaafkannya.

 

Selain menjadikan memaafkan sebagai norma, organisasi yang hebat juga memberikan izin di awal untuk menemukan kesalahan, bukan hanya untuk membuatnya. Kuncinya adalah memberi izin kepada semua orang dari awal. Contoh yang jelas dari hal ini adalah "Kabel Andon" di Toyota, yang terpasang tepat di jalur perakitan mobil. Kabel ini bisa ditarik oleh karyawan kapan saja mereka melihat potensi masalah. Meskipun jalur perakitan tidak berhenti, pemimpin tim akan mendekati karyawan dan bertanya, "Apa yang Anda lihat?" Seringkali tidak ada yang perlu diperbaiki, tapi jika ada, mereka akan menghentikan pekerjaan dan memperbaikinya. Toyota tidak menganggap ini sebagai biaya, tapi sebagai investasi. Masalah diselesaikan dengan cepat, dan mereka menghemat jutaan dolar setiap tahun. Kabel Andon menunjukkan bahwa mereka ingin menemukan dan menyelesaikan masalah, bukan menghindarinya.

 

Coba Latihan Ini
Setiap beberapa tahun, tim dari Tim Elmore melakukan latihan untuk menemukan kesalahan atau masalah yang sudah dianggap biasa. (Mungkin Anda pernah mendengar istilah "normalisasi cacat.") Latihan ini melibatkan memeriksa produk, layanan, dan sistem kita dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

  •  Apa yang perlu diperbarui? (Berfungsi dengan baik tapi perlu penyegaran atau peningkatan)

  •  Apa yang perlu diperbaiki? (Ide awalnya bagus, tetapi metodenya perlu diperbaiki)

  •  Apa yang perlu dihentikan? (Meskipun ide ini pernah membantu, namun sekarang sudah tidak relevan)

 

Latihan ini tidak hanya membantu kami memperbaiki pekerjaan kami, tetapi juga menciptakan budaya yang berani mengambil risiko dan penuh pengertian. Caroline Wanga, yang dinyatakan sebagai Wanita Terbaik TIME 2023, mengakui bahwa dia berjuang dengan keseimbangan antara kegagalan dan pengampunan, bahkan untuk dirinya sendiri. Untuk menenangkan apa yang dia sebut "penyabot dalam dirinya," Wanga menetapkan batas tinggi untuk kegagalan: dia memberi dirinya lima kesempatan gagal dalam sehari. Hanya jika dia gagal lebih dari lima kali, dia menganggap harinya buruk. Artikel ini terinspirasi dari buku Tim berjudul The Eight Paradoxes of Great Leadership, yang bisa Anda temukan di mana pun buku dijual. Buku Habitudes karya Tim juga bisa menjadi bacaan yang menyegarkan tentang cara menggunakan visual untuk menunjukkan kepemimpinan yang efektif.

 

Semoga Anda dan saya bisa menjadi pemimpin yang lebih baik dengan menyelaraskan standar tinggi dan pengampunan yang tulus.

Michael J Griffin
ELAvate CEO & Founder
Growing Leaders/Habitudes Fan
michael.griffin@elavateglobal.com
+65-91194008 (WA)

Previous
Previous

Apakah Tinjauan Kinerja Anda Benar-benar Membantu Memotivasi dan Meningkatkan Produktivitas Karyawan?

Next
Next

Wawasan Efektif untuk Networking di Asia